Sabtu, 14 April 2012

Obsesi Pria Tanpa Kaki Jadi Guru Olahraga


 Ia ingin menginspirasi anak-anak berkebutuhan khusus agar dapat menikmati hidup maksimal.



VIVAnews - Doug Forbis, 24, hanya memiliki dua tangan untuk menggerakkan tubuh. Dua kakinya diamputasi hingga pangkal paha, saat usia dua tahun. Tapi itu, tak lantas membuat hidupnya hancur. Dalam keterbatasan, ia berambisi tampil sebagai guru olahraga bagi anak berkebutuhan khusus. 

Ia ingin menginspirasi anak-anak berkebutuhan khusus agar dapat menikmati hidup semaksimal mungkin. Tanpa tergantung orang lain. "Ini sangat langka untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus memiliki guru dengan kebutuhan khusus. Hampir tidak pernah terjadi," kata pria yang tengah menempuh pendidikan guru olahraga di Converse College. 

Pria asal Spartanburg, Carolina Selatan, Amerika, ini ingin anak-anak berkebutuhan khusus bisa mandiri. Ia ingin melihat anak didiknya bisa berkata lantang, "Lihat, Pak Forbis adalah seorang guru. Aku harus bisa melakukan itu juga. Ia hidup sendiri, berkeliling kota, pergi belanja. Aku harus bisa melakukan itu."

Doug ForbisForbis kehilangan kaki setelah dokter memvonisnya menderita sacral agenesis. Ini adalah penyakit langka yang menghambat pertumbuhan tulang belakang, sehingga memicu pertumbuhan kaki tak sempurna. Dokter pun memutuskan mengamputasinya lantaran pertumbuhan kaki justru akan menghambat gerak tubuh. 

Dengan keterbatasannya, Forbis telah menunjukkan semangat hidup sejak kecil. Ia selalu berusaha bisa beraktivitas seperti mereka yang memiliki kaki sempurna. Ia tak pernah puas hanya duduk di atas kursi roda. Ia berlatih berjalan cepat dengan kedua tangannya. 

Doug ForbisMelihat orang bisa mengemudi di jalan raya, ia pun berkreasi agar bisa mengendarai minivan. Ia memodifikasi mobilnya agar semua kontrol kemudi bisa dilakukan dengan tangan. Ia juga menempatkan kursi hidrolik agar posisi duduknya sesuai standar mengemudi. 

Sebagai calon pengajar, Forbis akan melakukan pendekatan khusus agar mereka yang tumbuh dengan ketidaksempurnaan tak merasa dirinya cacat. Sebab dengan merasa dirinya cacat, mereka akan merasa terasing, hilang percaya diri, tak mandiri, dan tak dapat meraih cita-citanya. (eh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar