
Siap  untuk kembali mengikuti petualangan di jalanan bersama Dominic Toretto  (Vin Diesel)? Maka, kencangkan sabuk pengaman Anda karena kali ini Dominic melakukan aksinya dengan lebih kencang, liar, menegangkan, dan tentunya tanpa otak. Franchise ini pun terus melanglang buana, setelah mengobrak abrik Amerika, Jepang, dan Mexico,  kali ini Brazil siap untuk ditaklukkan. Mungkin pertanyaan terbesar  dari calon penonton adalah, apa lagi yang bisa ditawarkan oleh franchise  ini? Film sebelumnya, Fast & Furious,  terbukti hanya menyajikan sebuah tontonan aksi yang kosong dan mudah  dilupakan. Seperti halnya Dominic, saya pun lelah. Lelah jika franchise  ini terus dilanjutkan tanpa ada perubahan yang berarti. Justin Lin dan  Chris Morgan menyadari kesalahan yang telah mereka perbuat di Tokyo Drift dan Fast & Furious. Maka jika Anda berpikir bahwa sudah saatnya franchise ini diakhiri karena telah kehabisan bahan bakar, coba pikir lagi. Lin enggan untuk menutupnya dengan pahit. Fast Five atau Fast & Furious 5: Rio Heist (judul yang dipakai di Indonesia) mampu menawarkan sebuah hiburan yang  sangat menyenangkan. Berkali-kali lipat lebih enak untuk dinikmati  ketimbang Transformers 3 yang terlalu ribet. 
Langsung melanjutkan dari ending Fast & Furious,  Lin kembali membuka film dengan aksi di jalanan yang mengasyikkan.  Sutradara yang satu ini tahu betul bagaimana cara memulai sebuah film  aksi. Brian O’Conner (Paul Walker) dan Mia Toretto (Jordana Brewster)  tidak akan membiarkan Dominic dikirim ke penjara. Dalam sebuah pembukaan  yang singkat namun mendebarkan, mereka berhasil menggulingkan bis  penjara. Tidak ada korban jiwa dalam insiden ini, kecuali hilangnya satu  narapidana paling diburu. Siapa lagi jika bukan Dominic. Akibat atas  perbuatan mereka ini, Brian, Mia, dan Dom, pun menjadi buronan paling  dicari. Mereka pun melarikan diri ke Rio de Janeiro, Brazil. Belum  sempat merasakan kehidupan yang tenang, seorang kawan lama menawari  pekerjaan yang berbahaya untuk mencuri tiga mobil dari kereta yang  berjalan. Dalam keadaan tidak memiliki uang, mereka menerima pekerjaan  ini. Namun segalanya menjadi tidak terkendali tatkala Zizi (Michael  Irby), anak buah dari pemimpin kartel narkoba di Brazil, Hernan Reyes  (Joaquim de Almeida), membunuh tiga agen DEA di kereta. Sementara Zizi  berhasil lolos, ketiga jagoan kita ini malah menjadi tersangka utama.  Pihak FBI pun meminta bantuan agen DSS, Luke Hobbs (Dwayne Johnson),  untuk menangkap mereka.
  Dalam  pelarian, Mia mengaku kepada Brian dan Dominic bahwa dia sedang hamil.  Dominic pun turut memberi pengakuan bahwa dia juga sudah lelah terus  melarikan diri. Sebuah keputusan pun dibuat. Mereka akan melakukan aksi  terakhir dengan merampok harta milik Hernan yang mencapai $100 juta.  Tentu perampokan dengan skala besar ini tidak mungkin dilakukan dengan  bermodalkan tiga orang saja. Maka film pun menjadi ajang reuni ketika  anggota yang direkrut adalah tokoh-tokoh dari film sebelumnya. Film  menjadi ramai dan tampaknya keluarga Toretto telah menjadi besar, bahkan  sebelum Mia melahirkan. Hebatnya, Chris Morgan memberi setiap tokoh  dengan porsi yang layak. Kehadiran muka-muka lama ini difungsikan dengan  benar, bukan hanya sekadar untuk membuat Fast Five menjadi terlihat meriah. Ada kontribusi yang mereka sumbangkan terhadap  film. Tyrese Gibson dan Ludacris, serta Tego Calderon dan Don Omar,  mempunyai tujuan yang sama untuk memancing tawa penonton dengan  celetukan mereka yang konyol dan segar. Tidak ada unsur dominasi atau  karakter yang malah nampak menyebalkan ketimbang lucu. Tapi tetap saja  selucu apapun Tyrese Gibson, bintang sesungguhnya di Fast Five adalah  Dwayne Johnson atau The Rock. Kehadirannya disambut meriah oleh para  penonton. Dia berhasil menciptakan klik dengan para sesepuh franchise.  Jika ada yang terasa kurang nendang, maka itu adalah Elsa Pataky yang  berperan sebagai Elena Neves. Chemistry-nya dengan Dominic terasa  hambar. Belum mampu mengimbangi pesona Michelle Rodriguez. Sementara  untuk villain-nya sendiri, digambarkan seperti di film aksi pada  umumnya. Bengis dan menyebalkan, tapi bodoh. 
  Durasi  130 menit dimanfaatkan oleh Lin dengan bijaksana. Rio de Janeiro  terlihat indah, meski Stephen F. Windon seharusnya bisa mengeksplor  lebih. Windon terlalu asyik menyoroti pantat para gadis berbikini sih.  Tapi setidaknya apa yang menjadi inti dari franchise ini tidak  dilupakan, kebut-kebutan di jalanan dengan mobil bagus. Yang membuatnya  menjadi terasa istimewa dibanding film-film sebelumnya adalah kali ini  tidak hanya menyoal adu cepat dan perlawanan dengan pemimpin kartel  saja, tetapi ada plot lain tentang perampokan. Ini seperti menyaksikan  gabungan antara The Fast & The Furious dengan The Italian Job.  Bagusnya, untuk bisa mendapat ketegangan ini penonton tidak perlu  menunggunya di 30 menit terakhir karena Lin dan Morgan dengan sangat  murah hati telah menggebernya sejak menit awal. Tapi tentu saja klimaks  yang melibatkan sebuah brankas adalah yang paling mendebarkan. Untuk  menciptakan adegan seseru ini yang membuat Rio de Janeiro terlihat  seperti puing, tidak membutuhkan sentuhan special effects yang  berlebihan. Dalam sebuah video yang dirilis oleh pihak studio, adegan  aksi yang terjadi menjelang ending ini dilakukan tanpa bantuan dari tim  special effects. Sungguh mengesankan. Setelah kekacauan demi kekacauan  yang terjadi sepanjang film, dalam artian positif, Fast Five langsung menyeruak ke posisi puncak dengan label sebagai film terbaik dalam seri The Fast & The Furious.  Penuh dengan aksi yang seru, humor yang lucu, twist yang bagus dan  tentu saja para pemain yang solid. Inilah hiburan yang sesungguhnya,  meskipun terlalu banyak kemustahilan disana sini. Jika Anda menyaksikan  film ini di bioskop, bersabarlah sedikit saat closing credit mulai  bergulir. Ada kejutan manis bagi Anda yang menonton film ini dengan  tuntas. 
Exceeds Expectations



 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar